Kamis, 19 Mei 2011

Nilai Persahabatan

Suatu hari, Nabiyullah Isa AS melakukan perjalanan dengan seorang temannya. Mereka hanya berbekal tiga potong roti. Ketika sampai di suatu tempat, mereka berdua beristirahat.
"Bawa roti itu kemari," kata Nabi Isa AS kepada temannya.
Lelaki itu memberikan dua potong roti.
"Mana yang sepotong lagi?" tanya nabi Isa.
"Aku tidak tahu."

Setelah masing-masing makan sepotong roti, keduanya kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai ke tepi laut. Nabiyullah Isa menggelar sajadahnya di atas laut, mereka berdua lalu berlayar ke seberang.

"Demi Allah yang telah memperlihatkan mukjizat ini kepadamu, siapakah yang telah makan sepotong roti itu?" tanya Nabi Isa kepada temannya."Aku tidak tahu."

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan mereka melihat seekor kijang. Setelah dipanggil, kijang itu pun datang menghampiri beliau. Beliau lalu menyembelih, memanggang dan memakannya. Sehabis makan, Nabi Isa berkata kepada tulang-tulang kijang, "Berkumpullah kamu." Tulang-tulang itu pun berkumpul. Beliau lalu berkata, "Dengan izin Allah, jadilah kalian seperti semula." Tulang-tulang itu segera bangkit dan berubah menjadi kijang."Demi Allah yang telah memperlihatkan mukjizat ini kepadamu, siapakah yang telah makan sepotong roti itu?" tanya Nabi Isa AS."Aku tidak tahu," jawab temannya.

Nabiyullah Isa bersama temannya kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai pada sebuah tempat. Mereka duduk beristirahat. Nabiyullah Isa memungut tiga bongkahan batu.
"Dengan izin Allah, jadilah emas," kata Nabi Isa AS.
Batu itu pun segera berubah menjadi emas.
"Ini untukku, yang ini untukmu dan yang satu lagi untuk orang yang telah makan sepotong roti itu," kata Nabiyullah Isa:
"Akulah yang telah makan roti itu," kata temannya.
"Ambillah semua emas ini, aku tak mau berteman dengan pendusta," kata beliau sambil meninggalkan temannya.

Lelaki tadi lalu duduk di dekat emasnya. Ia tidak mampu membawa ketiga-tiganya, tetapi juga tidak rela meninggalkan sebagian darinya. Ketika ia sedang memikirkan cara membawa ketiga bongkahan emas itu, datanglah dua orang lelaki. Melihat keindahan emas itu, timbul keinginan di hati kedua orang itu untuk memilikinya.
"Kalian tidak pantas mengambil milikku dan kalian sama sekali tidak akan mendapatkan bagian," kata pemilik emas.

Melihat mereka berdua hendak membunuhnya, ia segera berkata, "Emas ini kita bagi saja, satu untukku dan sisanya untuk kalian berdua."Mereka pun rela dengan pembagian itu.

"Ambillah secuil dari bongkahan emas ini, pergilah beli makanan," kata pendatang kepada pemilik emas.
Setelah mengambil secuil emas, ia lalu pergi membeli makanan untuk mereka bertiga.

"Untuk apa aku membagi emas itu dengan mereka berdua, emas itu kan milikku," pikir si pemilik emas. Timbullah niat untuk meracuni makanan.

"Jika mereka berdua mati, emas itu akan jatuh ke tanganku lagi," pikir si pemilik emas.
Ia lalu membeli racun yang paling ganas, siapa pun yang memakannya pasti akan mati seketika. Racun itu lalu ia taburkan di atas makanan mereka.

Kedua pendatang tadi juga mempunyai rencana, "Mengapa kita harus memberi dia. Jika telah kembali, kita bunuh saja dia. Emas itu semua akan menjadi menjadi milik kita berdua."

Mereka berdua kemudian membunuh si pemilik emas. Dan dengan perasaan senang karena mendapat emas lebih banyak, kedua lelaki itu kemudian menyantap dengan lahap makanan yang baru saja dibeli.
Beberapa tahun kemudian Nabi Isa bersama kaumnya melewati tempat itu. Mereka melihat tiga bongkahan emas dan tiga kerangka manusia.

"Lihatlah bagaimana dunia memperlakukan mereka," kata Nabi Isa AS kepada kaumnya.

Beliau kemudian berdiri di depan emas dan berkata, "Jadilah seperti asalmu." Emas itu pun kembali menjadi batu.

Luqman

Wa la qad aataina luqmaanal hikmata anisy kurlillaahi wa may yasykur fa innamaa yasykuru li nafsihii wa ma kafara fa innallaaha ghaniyyun hamiid.Sesungguhnya Kami telah memberi Luqman hikmah, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah. Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji."

Para ulama salaf berikhtilaf mengenai Luqman: apakah dia seorang nabi atau hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian? Mengenai hal ini ada dua pendapat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa dia adalah hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian. Menurut Ibnu Abbas, Luqman adalah seorang hamba berkebangsaan Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Sementara Jabir bin Abdillah mengidentifikasikan Luqman sebagai orang bertubuh pendek dan berhidung pesek. Sedangkan Said bin Musayyab mengatakan bahwa Luqman berasal dari kota Sudan, memiliki kekuatan, dan mendapat hikmah dari Allah, namun dia tidak menerima kenabian.

Selanjutnya, Ibnu Jarir berpendapat bahwa Luqman adalah seorang hamba sahaya berbangsa Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Suatu kali, majikannya berkata kepada Luqman, "Sembelihkan domba ini untuk kami." Lalu dia menyembelihnya. Si majikan berkata, "Ambillah bagian dagingnya yang terbaik." Lalu Luqman mengambil lidah dan hati domba. Si Majikan diam selama beberapa saat, lalu berkata, "Sembelihkan domba yang ini untuk kami." Lalu dia menyembelihnya. Si majikan berkata, "Ambillah bagian dagingnya yang terburuk." Lalu Luqman mengambil lidah dan hati domba. Kemudian si majikan berkata, "Aku menyuruhmu mengambil dua bagian daging domba yang terbaik, lalu kamu melaksanakannya dan akupun menyuruhmu mengeluarkan bagian domba yang terburuk, lalu kamu mengambil daging yang sama." Luqman berkata, "Sesunguhnya tiada perkara yang lebih baik daripada lidah dan hati jika keduanya baik dan tiada perkara yang lebih buruk daripada lidah dan hati jika keduanya buruk."

Suatu kali dia didatangi seseornag, lalu bertanya, "Apa yang dapat mengantarkanmu kepada kebajikan dalam bertutur?" Luqman menjawab, :Berkata jujur dan tidak mengatakan hal yang tidak penting."

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa Luqman adalah seorang hamba yang menjadi sahaya, dan kesahayaan menghambatnya untuk menjadi nabi, sebab para rasul yang diutus itu berasal dari kalangan keluarga terpandang diantara kaumnya. Karena itu mayoritas ulama salaf memandang Luqman bukan sebagai nabi.

Luqman pun pernah ditanya ihwal prestasi yang dicapainya. Dia menjawab. "Hai anak saudaraku, jika engkau menyimak apa yang aku katakan kepadamu, kamupun akan berprestasi seperti aku." Lalu Luqman berkata, "Aku menjaga mengontrol pandanganku, mejaga lidahku, menjaga kesucian makananku, memelihara kemaluanku, berkata jujur, memenuhi janjiku, menghormati tamuku, memelihara hubungan baik dengan tetanggaku, dan meninggalkan perkara yang tidak penting. Itulah yang membuat diriku seperti yang kamu lihat."

Firman Allah Ta'al, "Sesungguhnya Kami telah memberi Luqman hikmah, " yaitu pemahaman, ilmu, tuturan yang baik, dan pemahaman Islam, walaupun dia bukan nabi dan tidak menerima wahyu. "Yaitu, Bersyukurlah kepada Allah." Yakni, Kami menyuruhnya bersyukur kepada Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung atas karunia yang telah diberikan secara khusus kepadanya, tidak diberikan kepada manusia sejenis yang hidup pada masa itu.

Kemudian Allah berfirman, "Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri." Sesungguhnya manfaat bersyukur itu berpulang kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri, karena Allah berfirman, 'Dan barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji." Dia tidak membutuhkan hamba dan Dia tidak mendapat mudarat jika seluruh penduduk bumi ingkar, sebab Dia tidak membutuhkan perkara selain-Nya. Karena itu, tidak ada tuhan melainkan Allah dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya.

Bersama Seorang Pemuda Penggali Kubur

Diriwayatkan dari Ibnu Hubaiq: Riwayat dari ayahku yang berkata, Yusuf bin Asbath pernah bertemankan seorang pemuda dari Teluk, yang tidak pernah berbincang-bincang dengannya (Yusuf) selama sepuluh tahun. Akan tetapi, Yusuf mengetahui kerisauan dan kecemasan hati pemuda itu dan juga ketekunannya melakukan ibadat pada siang mahupun malam hari. Kepada pemuda itu Yusuf pernah berkata, "Apa sebenarnya pekerjaanmu dahulu, sehingga aku lihat dirimu selalu tertunduk menangis?" "Dahulu aku adalah seorang penggali kubur," jawabnya. "Apa yang pernah kamu lihat saat berada di liang lahat?" tanya Yusuf meminta penjelasan. "Aku melihat rata-rata muka mereka dipalingkan dari arah kiblat, kecuali beberapa orang saja," kata pemuda itu. "Kecuali beberapa orang saja?" tanya Yusuf dengan penuh hairan. *

Setelah berkata demikian, Yusuf pun gelisah dan fikirannya tidak tenteram. Oleh itu dia memerlukan ubat untuk menyembuhkan kegelisahannya. Ibnu Hubaiq meneruskan ceritanya, "Ayahku berkata: Kami lalu memanggil doktor Sulaiman untuk mengubati Yusuf. Setelah mendapatkan perawatan yang teratur, Yusuf pun sihat kembali seperti sediakala dan dia pun berkata, "Kecuali hanya sedikit saja!" Yusuf terus-menerus mengucapkan demikian, dan lantaran itu dia mendapatkan perawatan terus agar fikirannya normal kembali. Ketika doktor Sulaiman selesai mengobati dan hendak pulang, Yusuf berkata kepada orang-orang yang menungguinya, "Apa yang mesti kalian berikan kepada doktor itu?"

"Dia tidak mengharapkan apa-apa darimu," jawab kami semua.
"Subhanallah! Kalian telah berani mendatangkan doktor kerajaan, akan tetapi, aku tidak memberikan sesuatu pun kepadanya," kata Yusuf.
"Berikan kepadanya uang beberapa dinar!" kata kami kepada Yusuf.
Ambillah ini dan berikan kepadanya serta tolong beritahukan kepadanya bahawa aku tidak memiliki sesuatu pun, kecuali sekadar ini, agar dia tidak berprasangka bahwa aku ini mempunyai harga diri yang lebih rendah daripada para raja," kata Yusuf.

Yusuf kemudian menyerahkan sebuah kantong berisi uang sebanyak lima belas dinar dan diberikannya kepadaku. Selanjutnya kuserahkan uang tersebut kepada doktor Sulaiman atas pertolongannya kepada Yusuf. Sejak peristiwa itu Yusuf akhirnya tekun menganyam tikar dari daun kurma hingga akhir hayatnya. Dan diriwayatkan dari Hubaiq yang mengatakan: Yusuf bin Asbath pernah berkata, "Dari ayahku, aku mendapatkan harta waris berupa tanah seharga lima ratus dinar yang terletak di daerah Kufah. Akan tetapi, pada akhirnya terjadilah perselisihan di antara saudara-saudaraku, kerana itu aku meminta pendapat kepada Hasan bin Shaleh. Hasan bin Shaleh lalu berkata kepadaku, "Aku tidak ingin kamu terlibat pertentangan dengan mereka, hanya disebabkan masalah tanah yang akan kita masuki kelak." Demikianlah atas saranan Hasan bin Shaleh itu, maka kurelakan tanah itu kepada mereka secara ikhlas kerana Allah SWT semata sebab aku menyedari bahawa diriku adalah bahagian daripada tanah.

Kezaliman Syadad bin 'Aad

Dikisahkan bahwa `Aad mempunyai dua orang putera, yang pertama bernama Syadid dan yang kedua bernama Syadad. Syadad adalah orang yang suka membaca kitab. Pada suatu ketika ia membaca tentang sifat-sifat syurga, kemudian ia berkata dalam hatinya: "Pada suatu saat nanti aku akan membuat di permukaan bumi ini suatu syurga seperti yang dijelaskan dalam kitab ini."

Pada masa itu seluruh kerajaan berada pada kekuasaannya. Lalu ia mengajak raja-raja bawahannya untuk bermesyuarat dan berkata kepada mereka: "Aku akan membangun syurga seperti yang difirmankan Allah dalam kitab-kitab-Nya. Mereka menjawab: Hal itu terserah kepada tuan hamba, kerajaan ini kepunyaan tuan hamba."

Kemudian ia memerintahkan agar dikumpulkan semua emas dan perak dari Timur hingga ke Barat. Setelah itu ia berkata: "Bangunkanlah untukku syurga dalam masa tiga ratus tahun." Maka berkumpullah segala macam bentuk tukang bangunan. Maka dipilihlah tiga ratus di antara mereka setiap seorang dari tukang tersebut memimpin sebanyak seribu anak buah.

Mereka mengelilingi bumi selama sepuluh tahun, akhirnya mereka menemukan suatu tempat yang paling baik. Ada pohon-pohon, sungai-sungai. Maka mereka pun mulai membangun syurga yang dirancangkan itu satu parsakh demi satu parsakh. Satu parsakh daripada emas dan satu parsakh daripada perak.

Setelah mereka anggap semuanya telah sempurna, lalu mereka alirkan sungai-sungai, mereka dirikan pohon-pohon yang batangnya terbuat daripada perak, cabang dan rantingnya terbuat daripada emas. Dan mereka bangun istana-istana dari mirah delima, dengan dihiasi berbagai permata, seperti intan, berlian dan lain-lain. Kemudian mereka sirami dengan minyak yang paling wangi. Setelah itu baru mereka memberitahukannya kepada Syadad.

Syadad pun bersiap-siap untuk ke sana. Keberangkatan mereka itu selama sepuluh tahun perjalanan. Untuk mewujudkan keinginan Syadad tersebut, raja-raja dan para pembantu mereka telah mengambil emas dan perak daripada rakyat dengan cara paksaan. Sehingga tidak tertinggal sedikit pun emas dan perak daripada rakyatnya, melainkan yang masih ada pada leher seorang anak, yang beratnya kira-kira satu dirham.

Ketika mereka ingin merampasnya, maka anak itu berkata: "Janganlah tuan ambil emasku ini." Akan tetapi mereka berusaha untuk mengambilnya, dan mereka berkata: "Kami diperintahkan oleh raja untuk mengambilnya." Lalu emas yang sedikit itu mereka paksa mengambilnya daripada leher anak kecil itu.

Maka anak tersebut mengangkat tangan, sambil berdoa: "Wahai Tuhanku, Engkau Maha mengetahui tentang apa yang telah dilakukan oleh orang yang zalim ini terhadap hamba-hamba-Mu yang lemah. Maka tolonglah kami, wahai Zat yang menolong kepada orang-orang yang meminta pertolongan."

Semua malaikat mengaminkan doa anak tersebut. Kemudian Allah SWT mengutus Jibril as. Ketika itu rombongan Syadad telah sampai dekat syurga yang mereka buat. Akan tetapi tiba-tiba Jibril memekik dengan suara yang sangat keras dari atas langit. Maka dalam masa yang singkat mereka semuanya mati, sebelum sempat memasuki syurga tersebut. Firman Allah SWT: "Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun daripada mereka atau kamu dengar suara mereka samar-samar?" (Maryam: 98)Dipetik Dari Buku.1001 Durjana - Himpunan Kisah Insan Durhaka

Makan Saja Itu Dulu Semua

Setelah melewati 3 bukit dan ngarai, sang petani tiba di rumah kyai.
Kyai menanyakan maksud kedatangannya.
Petani (P) : Saya ingin bertanya, apakah kepiting sawah itu halal
atau haram ?
Kyai (K) Sebelum menjawab pertanyaan kamu saya ingin dulu
bertanya, apakah kamu punya sawah ?
P: Punya , Kyai
K: Apakah di sawah yang kamu sedang tanami itu kamu bisa
memancing belut?
P: Iya, kyai, bisa
K: Apakah kamu punya empang ?
P: Punya, Kyai
K: Apakah di empangmu dipelihara aneka ragam ikan, sperti mujair,

tawes, mas, nila, gurame ?
P : Iya , Kyai
K: Apakah kamu juga beternak ayam atau bebek seperti petani di sini?
P Iya, Kyai
K: Nah , kalau begitu, makan dulu saja itu semua, janganlah dulu
kamu persoalkan kepiting sawah, ayam, itik, ikan itupun mungkin
tak habis kamu makan, jangan kau susahkan hidupmu dengan
persoalan kepiting sawah.


Salam..

Kesejahteraan Hidup Boleh Di Cari, Asalkan...

Seorang arif melihat setan dalam keadaan telanjang di tengah-tengah masyarakat.
"Hai makhluk yang tak punya malu, mengapa kamu telanjang di hadapan manusia?" tegur sang arif.
"Mereka bukan manusia, mereka kera."
Sesungguhnya sudah sejak lama Al-Ghazali menulis dalam Ihya`, Dzahaban naas wa baqiyan nasnaas (Telah pergi manusia, yang tertinggal hanya kera)
"Jika kamu ingin melihat manusia, ikutlah aku ke pasar," lanjut sang setan.

Orang arif itu lalu pergi bersama setan ke pasar. Sesampainya di pasar, setan itu menjelma seorang laki-laki dan langsung menuju ke toko yang paling besar. Toko itu hanya menjual permata yang berkualitas tinggi dengan harga yang amat mahal.

"Coba lihat permata itu," kata setan kepada pemilik toko sambil menunjuk permata yang paling besar.
Pemilik toko mengambil permata itu lalu menyerahkannya kepada setan. Ketika permata berpindah ke tangan setan, pemilik toko mendengar muadzin menyerukan: hayya `alash sholaah (Marilah salat) Pemilik toko segera mengambil kembali permatanya.
"Kamu pasti setan. Tak ada yang datang pada waktu seperti ini kecuali setan," kata pemilik toko.
Kemudian ia mengusir si setan. Setelah setan pergi, ia lalu menghancurkan permata itu dengan batu.

"Permata ini tidak ada berkahnya," kata pemilik toko. Kemudian ia keluar untuk salat.

Allah berfirman:
"Laki-laki yang perniagaan dan jual beli tidak dapat melalaikannya dari mengingat Allah." (QS An-Nur, 24:37)
Dalam surat Al-Muzzammil, Allah menyejajarkan para pedagang dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.
Dan orang-orang yang berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang lain yang berperang di jalan Allah. (QS Al-Muzzammil, 73:20)

Perdagangan untuk mencari kesejahteraan di dunia tidaklah tercela. Sebaik-baik urusan dunia adalah yang dapat menjadi tunggangan menuju akhirat. Adapun yang tercela adalah jika kita selalu tenggelam dalam urusan keduniaan, hati kita selalu terikat pada dunia sehingga kita melalaikan hak-hak dan perintah-perintah Allah. Yang terpuji adalah hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan. Hidup berlebih-lebihan membuat seseorang terlambat masuk surga.

Seorang bermimpi melihat Malik bin Dinar berlomba-lomba dengan Muhammad bin Wasi' menuju surga. Ia menyaksikan bahwa Muhammad bin Wasi` akhirnya dapat mendahului Malik bin Dinar. Orang itu kemudian bertanya mengapa demikian kejadiannya, karena menurut perkiraannya Malik bin Dinar bakal menang. Kaum salihin menjawab bahwa ketika meninggal dunia Muhammad bin Wasi' hanya meninggalkan sepotong pakaian, sedang Malik meninggalkan dua potong pakaian.

Jika seorang arif seperti Malik bin Dinar dapat tertinggal hanya karena pakaian, lalu bagaimana dengan kita. Lemari kita penuh dengan pakaian, dan kita pun masih merasa belum cukup.

Ya Allah, jadikanlah kami puas
dengan rezeki yang Engkau karuniakan.
Berkahilah apa yang telah Engkau berikan.
Dan jangan jadikan (bagi kami) dunia sebagai
puncak perhatian dan pengetahuan. (I:511)


Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf, Tuhfatul
Asyraf, Kisah dan Hikmah

UKHUWAH

Ini adalah sebuah kisah tentang kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dalam Khulafaurrasyidin yang sangat patut kita teladani.

Tidak ada khalifah yang paling mencintai ukhuwwah, ketika orang berusaha menghancurkannya, seperti Ali ibn Abi Thalib. Baru saja dia memegang tampuk pemerintahan, beberapa orang tokoh sahabat melakukan pemberontakan. Dua orang di antara pemimpin Muhajirin meminta izin untuk melakukan umrah. Ternyata mereka kemudian bergabung dengan pasukan pembangkang. Walaupun menurut hukum Islam pembangkang harus diperangi, Ali memilih pendekatan persuasif. Dia mengirim beberapa orang utusan untuk menyadarkan mereka. Beberapa pucuk surat dikirimkan. Namun, seluruh upaya ini gagal. Jumlah pasukan pemberontak semakin membengkak. Mereka bergerak menuju Basra.

Dengan hati yang berat, Ali menghimpun pasukan. Ketika dia sampai di perbatasan Basra, di satu tempat yang bernama Alzawiyah, dia turun dari kuda. Dia melakukan shalat empat rakaat. Usai shalat, dia merebahkan pipinya ke atas tanah dan air matanya mengalir membasahi tanah di bawahnya. Kemudian dia mengangkat tangan dan berdo'a: "Ya Allah, yang memelihara langit dan apa-apa yang dinaunginya, yang memelihara bumi dan apa-apa yang ditumbuhkannya. Wahai Tuhan pemilik 'arasy nan agung. Inilah Basra. Aku mohon kepada-Mu kebaikan kota ini. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya. Ya Allah, masukkanlah aku ke tempat masuk yang baik, karena Engkaulah sebaik-baiknya yang menempatkan orang. Ya Allah, mereka telah membangkang aku, menentang aku dan memutuskan bay'ah-ku. Ya Allah, peliharalah darah kaum Muslim."

Ketika kedua pasukan sudah mendekat, untuk terakhir kalinya Ali mengirim Abdullah ibn Abbas menemui pemimpin pasukan pembangkang, mengajak bersatu kembali dan tidak menumpahkan darah. Ketika usaha ini pun gagal, Ali berbicara di hadapan sahabat-sahabatnya, sambil mengangkat Al-Qur'an di tangan kanannya: "Siapa di antara kalian yang mau membawa mushaf ini ke tengah-tengah musuh. Sampaikanlah pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an. Jika tangannya terpotong peganglah Al-Qur'an ini dengan tangan yang lain; jika tangan itu pun terpotong, gigitlah dengan gigi-giginya sampai dia terbunuh."

Seorang pemuda Kufah bangkit menawarkan dirinya. Karena melihat usianya terlalu muda, mula-mula Ali tidak menghiraukannya. Lalu dia menawarkannya kepada sahabat-sahabatnya yang lain. Namun, tak seorang pun menjawab. Akhirnya Ali menyerahkan Al-Qur'an kepada anak muda itu, "Bawalah Al-Qur'an ini ke tengah-tengah mereka. Katakan: Al-Qur'an berada di tengah-tengah kita. Demi Allah, janganlah kalian menumpahkan darah kami dan darah kalian."

Tanpa rasa gentar dan penuh dengan keberanian, pemuda itu berdiri di depan pasukan Aisyah. Dia mengangkat Al-Qur'an dengan kedua tangannya, mengajak mereka untuk memelihara ukhuwwah. Teriakannya tidak didengar. Dia disambut dengan tebasan pedang. Tangan kanannya terputus. Dia mengambil mushaf dengan tangan kirinya, sambil tidak henti-hentinya menyerukan pesan perdamaian. Untuk kedua kalinya tangannya ditebas. Dia mengambil Al-Quran dengan gigi-giginya, sementara tubuhnya sudah bersimbah darah. Sorot matanya masih menyerukan perdamaian dan mengajak mereka untuk memelihara darah kaum Muslim. Akhirnya orang pun menebas lehernya.

Pejuang perdamaian ini rubuh. Orang-orang membawanya ke hadapan Ali ibn Abi Thalib. Ali mengucapkan do'a untuknya, sementara air matanya deras membasahi wajahnya. "Sampai juga saatnya kita harus memerangi mereka. Tetapi aku nasihatkan kepada kalian, janganlah kalian memulai menyerang mereka. Jika kalian berhasil mengalahkan mereka, janganlah mengganggu orang yang terluka, dan janganlah mengejar orang yang lari. Jangan membuka aurat mereka. Jangan merusak tubuh orang yang terbunuh. Bila kalian mencapai perkampungan mereka janganlah membuka yang tertutup, jangan memasuki rumah tanpa izin, janganlah mengambil harta mereka sedikit pun. Jangan menyakiti perempuan walaupun mereka mencemoohkan kamu. Jangan mengecam pemimpin mereka dan orang-orang saleh di antara mereka."

Sejarah kemudian mencatat kemenangan di pihak Ali. Seperti yang dipesankannya, pasukan Ali berusaha menyembuhkan luka ukhuwwah yang sudah retak. Ali sendiri memberikan ampunan massal. Sejarah juga mencatat bahwa tidak lama setelah kemenangan ini, pembangkang-pembangkang yang lain muncul. Mu'awiyah mengerahkan pasukan untuk memerangi Ali. Ketika mereka terdesak dan kekalahan sudah di ambang pintu, mereka mengangkat Al-Qur'an, memohon perdamaian. Ali, yang sangat mencintai ukhuwwah, menghentikan peperangan. Seperti kita ketahui bersama, Ali dikhianati. Karena kecewa, segolongan dari pengikut Ali memisahkan diri. Golongan ini, kelak terkenal sebagai Khawarij, berubah menjadi penentang Ali. Seperti biasa, Ali mengirimkan utusan untuk mengajak mereka berdamai. Seperti biasa pula, upaya tersebut gagal.